Rabu, 24 September 2014

“Pecinta Seni yang Ngga Bisa Diem”


Pradnya pratita, atau yang akrab dipanggil Tita adalah pecinta art atau seni. Baik kehidupan keseharianya ataupun caranya mengisi waktu luang, tidak jauh-jauh dari seni. Tita kini bekerja di Dwi Daco, sebuah perusahaan Consultant Interior Design. “Main Project nya sih interior design cuma pendukung lainya sih misalnya arsitektur sama design product sama graffiti..” Jelas Tita. Bila seni menggambar merupakan pekerjaanya, lain lagi bentuk seni yang ia sukai untuk mengisi waktu luang.

“Aku tuh suka banget nari. Itu hobiku dari lama sih sebenernya, tapi dari SMA ya mungkin mulai aktifnya. Jadi akhirnya sampe sekarang pun aku masih aktif nari. Aku masih nari ya dua kali seminggu sih biasanya. Pokoknya intinya aku tuh suka banget bergerak..”

Tita yang mengaku merupakan pribadi yang suka bergerak dan ngga bisa diam ini, mencoba mencari sanggar tari sehingga ia dapat menyalurkan hobi nya di bidang tari. Secara tidak sengaja, tita melihat banner iklan mengenai suatu sanggar. Setelah mencari lebih lanjut di Internet, akhirnya ia memutuskan bergabung. Di sanggar tersebut, tita bertemu orang-orang yang mempunyai hobi sama denganya. Dari orang-orang tersebut tita mengetahui keberadaan suatu komunitas tari.

Kalau yang komunitas sih sebenernya tau dari temen-temen di sanggar itu dulu karena disitu banyak orang-orang yang suka nari juga kan. Nah dari situ aku denger-denger tempat lain. Ya itu pokoknya dari temen mulut ke mulut.”

 Jadi dapat dilihat Tita suka berada di lingkungan dengan orang-orang yang mempunyai minat dan hobi yang sama denganya. Belum puas dengan satu sanggar, bersama teman dari sanggarnya, tita bergabung dengan suatu komunitas tari. Ia senang, kini di Jakarta sudah banyak wadah untuk menyalurkan hobi nya. Berbeda dengan ketika ia muda, komunitas tidak sebanyak sekarang. Ketika ditanya apakah ada hobi lain, tita menjawab bahwa ia suka jalan-jalan. Namun tita memutuskan untuk tidak ikut komunitas untuk pecinta jalan-jalan. Alasanya, menari lah yang paling tita sukai, dan bukan jalan-jalan.

Menariknya, hobi tita menari, mendorongnya untuk berbelanja. “Efeknya jadi banyak sih karena pengen hits, di waktu luang aku juga jadi suka beli baju-baju dance atau sport brand nike.” Tutur tita. Tita mengaku sulit mengcontrol keinginanya untuk membeli berbagai sports wear yang memang ia gunakan untuk latihan dan perform.



“Itu sebenarnya keinginan diri sendiri aja yang sebenernya harusnya
aku bisa control tapi susah. Ibaratnya kaya….sebenernya kebutuhan sih….sports wear yang bagus buat aku membantu bisa beraktivitas lebih semangat dan lebih baik aja. Entah sugesti atau apa cuma kayanya sih…”

Untuk hobinya ini, tita rela sering ke mall untuk mencari kebutuhan yang ia gunakan untuk menari. Ia mengaku banyak menghabiskan waktu untuk berbelanja baju untuk menari terutama sports wear. Selain itu, demi hobi nya juga, tita juga rela menomor duakan pekerjaanya.

“Yang paling memorable buat aku ada gara-gara kan aku nari tapi aku juga kerja. Pernah waktu itu aku mau perform dan memang ini agak nakal tapi enggak sih aku justru mengutamakan nari. Waktu itu ada event, harus gladiresik kan kalau mau tampil, terus aku harus standby lebih awal di hari kerja. Otomatis aku harus izin kerja ngakunya sakit demi perform itu. Rela bener-bener ngorbanin untuk dapet benefit dari leisure time aku.”

Menurut tita, leisure time itu diibaratkan penyeimbang hidup. “Penyeimbang hidup karena menurut aku buat kerja sama leisure itu sama-sama penting. Menurut aku bukan kerjaan lebih penting terus hobi ga penting.” Jelas tita. Ia menambahkan bahwa hidupnya akan terasa tidak enak bila hanya diisi dengan bekerja. Karena itu, untuk menyeimbangkan hidupnya, ia memilih seni tari. Sesuatu yang ia sukai dan ia tidak berencana meninggalkan dalam waktu dekat.

Tita berharap kedepanya orang-orang indonesia yang memiliki hobi di bidang seni dapat dibuatkan suatu tempat yang gratis yang dapat dijadikan wadah bagi mereka untuk menyalurkan bakatnya. Ia melihat tempat seperti itu di Singapura. Dimana banyak orang Indonesia pula yang tampil di tempat tersebut. Di tempat tersebut rutin di adakan event-event.

“Aku berharap Indonesia bisa kaya gitu menghadirkan satu pertunjukan yang bisa jadi agenda rutin dan memang ada wadah atau auditorium teater memang qualified untuk menampilkan pertunjukan musikal atau art.”

Dirinya berharap di masa depan Indonesia  memiliki tempat tersebut, dimana tempat tersebut dapat menarik tidak hanya orang Indonesia, namun juga orang dari luar negeri untuk datang dan mempertunjukan kebolehanya, seperti layaknya tempat yang ia ceritakan yang terdapat di Singapura. Dirinya yakin, bahwa negeri tercintanya, Indonesia, mampu mewujudkan hal tersebut.

“Hobi dari Seseorang yang Merasa Terdiskriminasi di Mall”


Setiap orang mendeskripsikan kata ‘seru’ dengan berbeda-beda, untuk arif, mahasiswa jurusan broadcasting,  seru adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan kegiatan membuat film dan naik gunung. Terkadang ia pun menggabungkan kedua aktifitas yang dicintainya tersebut.

“Ada film di youtube.. itu kaya film documenter, naik gunung gitu kan, Ada 3 gunung di video itu, video nya gue bikin sendiri bikin sendiri, edit sendiri terus masukin ke youtube,” tuturnya dengan semangat.

Ketika naik gunung,, itu adalah saat – saat dimana menurut arif, ia harus melawan dirinya sendiri. Sakit karena kedinginan sudah menjadi hal yang biasa dan tidak menghambat arif untuk terus mendaki sampai ke puncak gunung, Ketika sampai di puncak gunung, itu adalah moment yang tidak bisa ia lupakan.  Ia selalu meneteskan air mata ketika sampai di puncak gunung, namun hal tersebut bukan tanpa alasan.

“Ya digunung kan kita bukan apa apa ya.. istilahnya, cemen.. kita ngga ada apa-apa nya, tapi kita bisa muncakin itu gunung.. “ jelasnya.

Kecintaanya pada dunia film, sama besarnya dengan kecintaanya pada gunung. Hobi nya tersebut ia puaskan dengan berbagai hal. Pertama, dengan mengambil jurusan broadcasting dimana ia bisa menceburkan diri lebih dalam di dunia yang ia cintai. Kedua, dengan membuat film diluar tugas kuliah dengan menggunakan ipodnya, lalu memamerkan karya nya di situs youtube. Terakhir, dengan menonton karya orang lain sehingga ia bisa sekaligus teknik teknik pembuatan film.

Dana menjadi suatu batasan mengapa ia tidak bisa melakukan kedua hal tersebut sesering yang ia mau. Namun, arif tidak memusingkan hal tersebut. Nongkrong dengan teman-teman nya juga membawa kesenangan untuknya. Ia  sudah senang bila dapat menikmati kopi atau beer bersama teman-temanya, obralan yang seru dan juga dilengkapi dengan petikkan gitar yang dimainkan oleh teman temanya. Untuk masalah tempat, arif dan teman-temanya lebih memilih di rumah teman. Bergiliran mereka menjadikan rumah nya sebagai tempat ‘nongkrong’. Bahkan, tidak sungkan mereka nongkrong di pinggir jalan. “Kalo rame-rame, di pinggir jalan pun jadi!” serunya ketika ditanya apakah ada tempat lain selain rumah temanya yang ia  dan teman-temanya suka jadikan tempat nongkrong.

Tapi ada satu tempat yang ia coba hindari sebisa mungkin. Tempat yang menjadi pilihan banyak orang menghabiskan waktu luangnya, tapi tidak dengan Arif. Tempat tersebut adalah Mall. Arif mempunyai alasan tersendiri mengapa ia tidak suka pergi ke mall. Ia merasa didiskriminasikan oleh mall. 

“Kaum kaum kapitalis yang di mall. Apa ya, kaya mendiskriminasikan gitu. Kita kan kebanyakan bawa motor, ngga selamanya kita bawa mobil, kalo ada event tertentu aja kan kita bawa mobil. Gini deh, misalnya di pim deh, parkiran motornya dibuat jauh banget, citos juga. Jadi pengendara motor ngerasa kediskriminasi. Terus liat deh, motor yang CC nya gede kan juga ada pakiranya sendiri, bareng sama mobil-mobil. Kita doang yang parkiranya jauh. Itu bikin kita ngerasa didiskriminasi..”

Bila tidak terpaksa, arif tidak akan pergi ke mall. Ia menambahkan “Lagian ada apa sih di mall? Itu itu aja kan?” Dengan raut muka yang mulai terlihat kesal. Namun raut mukanya mulai berubah ketika kembali lagi kami membicarakan tentang kegiatanya nongkrong bareng teman-temanya. Ia menuturkan, selain hanya nongkrong, ia pun aktif berolahraga bareng bersama sama dengan teman-temanya. Rutin seminggu sekali mereka merencanakan futsal di tempat yang berbeda. Seperti ketika saya menemuinya, ia baru saja selesai bermain futsal bersama teman-temanya di lapangan SMA Cendrawasih.






           

“Jakarta si Tukang PHP (Pemberi Harapan Palsu)”


Bapak Opik, salah satu dari banyak orang yang mengadu nasib di Ibukota. Harapan akan peluang pekerjaan yang banyak, membuatnya rela meninggalkan kampong halamanya di Indramayu pada tahun 1998. Bersama temanya bapak Karim yang berasal dari kampong yang sama, kini harapanya yang dulu tinggi terhadap Jakarta, kian memudar dengan kenyataan pahit bahwa kehidupan di Jakarta tidak seindah yang ia bayangkan ketika ia masih di kampong halaman. Kini ia menerima nasib banting tulang menjadi tukang sampah di daerah Jakarta Utara. Di sela sela waktunya, bapak Opik memiliki pekerjaan sampingan yaitu mengupas botol Aqua dan mengolah limbah daur ulang. Apapun ia lakukan untuk keluarga. Istri dari pak Opik pun ikut bekerja membanting tulang. “Makan ya tergantung kerja mingguan sama dibantu istri..” ujarnya lembut.

Setelah berkeluarga, Pak Opik lebih senang menghabiskan waktu luangnya yang terbatas bersama keluarga. “Kalo diajak maen sama temen saya gasuka. Saya udah gabisa sekarang mah udah gakayak dulu.” Jelas Pak Opik. Sebenarnya, pak Opik memiliki hobi tersendiri diluar menghabiskan waktu bersama keluarganya yaitu main futsal dan main catur. Namun dengan sempitnya waktu luang, pak Opik lebih memilih bersama keluarga. Kedua hobi nya tersebut sudah jarang ia lakoni.

Dirinya mengaku pernah mengunjungi tempat wisata bersama keluarga nya seperti Museum Fatahilah dan hal tersebut membuatnya senang. Ia bersyukur karena untuk masuk tempat wisata tersebut tidak dikenakan biaya. Anak pak Opik ingin sekali dapat mengunjungi dufan, dan pak opik ingin sekali mengajak anaknya ke Dufan, namun terhalang oleh tingginya harga tiket masuk Dufan.  Pak Opik tidak putus asa, ia berniat akan bekerja keras untuk dapat mewujudkan impian anaknya.

Ketika ditanya tempat yang ia paling tidak sukai, ia menjawab “Mall! Saya gasuka ke mall..” Alasanya, “Ya gasuka ke mall, kalo ke mall jarang soalnya mahal jarang kebeli”. Dirinya mengharapkan ke depan nya pemerintah membuka tempat wisata yang gratis seperti misalnya Taman. Karena menurutnya taman di Jakarta masih sedikit. Menurutnya, ia suka menghabiskan waktu di taman bersama keluarganya, anaknya pun senang. “(anak) lelarian aja, jalan sono jalan sini” Ujar pak Opik.

Ia adalah laki-laki yang bertanggung jawab dan sangat mengutamakan kepentingan keluarga diatas dirinya sendiri, karena itu ketika ada kebutuhan keluarganya yang tidak bisa ia penuhi, ia merasa sedih.

“Kalo lagi gapunya uang, mau minta tolong sm siapa ortu ga ada sodara ga ada, serasa mau nangis aja kalo gapunya uang tuh, anak jajan ga ada uang, kecuali kalo abis gajian suka tapi besok udah abis lagi,” tuturnya.

“Kumpulin modal aja biar bisa jualan di Kampung, bosen di Jakarta..” Begitu kata pak opik. Itulah tujuan pak opik saat ini. Sedikit demi sedikit ia mengumpulkan modal untuk membuka usaha di kampong. Bila ada yang bisa ia sisihkan dari uang gaji nya, maka ia sisihkan. Demi satu tujuan, yaitu kembali lagi ke kampong halaman nya di Jawa dan meninggalkan Jakarta yang semula terlihat memberi harapan kepada Pak Opik. Tentunya harapan yang sama di miliki oleh banyak orang yang memutuskan mengadu nasib di Jakarta. Sayangnya, tidak semua harapan dapat di wujudkan di Jakarta. Sekarang harapan-harapan tersebut terasa seperti harapan yang palsu. Kini perasaan tersebut sirna sudah, yang tersisa hanyalah keinginan untuk dapat kembali lagi ke Kampung halaman yang tercinta.

"Bukan Pelayan Biasa"


Mungkin bila anda melihat wanita ini sekilas, tidak ada perbedaan yang mencolok dengan pegawai-pegawai toko yang lain. Dengan seragamnya, wanita ini menyambut tamu dengan ramah dengan meneriakan “Welcome to Georgepeck..”. Ternyata, setelah mengenali lebih dalam, wanita yang dikenal dengan panggilan “Lilis” ini bukan hanya seorang pegawai yang giat bekerja namun juga seorang ibu dan juga seorang pebisnis. 

Mba Lilis bekerja 6 hari dalam seminggu. Terkadang ia kebagian shift sampai dengan jam 10 malam. Ibu yang tengah mengandung 5 bulan ini tidak pernah mengeluhkan pekerjaanya. Padahal ia tinggal di Radio Dalam, dan tempat kerjanya di Bintaro. Jarak yang cukup jauh ia tempuh dengan menumpangi angkot. Ia senang bekerja di tempat ini, “Soalnya, yang punya baik, kan kalo majikan baik, pegawai juga akan baik..”. Ternyata untuk membuat pegawai nyaman bekerja di suatu tempat, incentive berbentuk uang tidak selalu menjadi satu satunya cara untuk membuat pegawai betah dan bersemangat kerja,

Disela sela waktu ketika tidak ada tamu, ketika pegawai lain asik mengobrol satu sama lain, mba lilis memilih melakukan kegiatan lain. “Saya hobi bisnis.. jadi waktu lagi ngga ada tamu, saya suka internetan, liat liat soal bisnis..” Untuk sekarang, mba lilis sedang menggeluti bisnis menjual produk-produk kecantikan. Hobi inilah yang membuat mba lilis terkenal di pegawai pegawai lain di mall tersebut. “Aku promosiin ke temen temen disini, aku kenal semua yang disini, Mereka juga kenal aku karena aku kan jual produk kecantikan..” Dengan pembawaanya yang ramah dan lucu, mba lilis sangat mudah bergaul dengan orang banyak. Terlihat beberapa kali pegawai toko lain yang lewat di depan gerai minuman ini berhenti untuk menyapa mba lilis.

Hobi bisnis ini bukan merupakan beban untuk mba lilis. Selain itu, menurutnya hobi ini membantunya “nambah-nambah” untuk keluarga. “Sambil kerja.. sambil bisnis sebisa mungkin.. dan karna emang suka juga bisnis gitu, jadi inituh bukan beban.. tapi kesenengan..” Siapa yang menyangka, wanita ini begitu menyukai dunia bisnis, dan berusaha memanfaatkan fasilitas yang ada seperti Internet di Handphone, untuk mencari tahu lebih dalam mengenai hobi nya ini dan bagaimana menerapkanya.

Sibuknya mba lilis tidak menjadikanya lupa dengan peran utamanya menjadi Istri dan Ibu untuk suami dan anak nya yang kini duduk di TK A. “Saya dan suami sama-sama janjian libur hari jumat…” Sehingga pada hari jumatlah mereka menyempatkan mengisi waktu luang bersama. Sekali sekali mereka mengunjungi tempat-tempat seperti Ancol dan Kebun Binatang Ragunan untuk berwisata. Walopun menurut mba Lilis dirinya dan keluarga kerap menghabiskan waktu di rumah. “Tiket masuk ancol mahal..” keluhnya. Sehingga dirinya kerap menunggu ketika ada diskon atau promo khusus. Tempat favoritnya adalah Dufan. Karena banyak permainan untuk anaknya. “Yang penting anak seneng..” Begitu tutur mba lilis. Jadi ketika di dufan mba lilis tidak bermain permainan untuk dewasa, melainkan mencari mainan yang membuat anaknya senang. Mba lilis dan suami hampir tidak pernah menghabiskan waktu berdua, kecuali di malam hari ketika anaknya tertidur. Karena menurutnya “Kasihan kalo anak ditinggal sendirian, jadi pasti selalu saya ajak..”. Sehingga kemanapun mba lilis dan suami pergi, anaknya selalu dibawa. Dapat dilihat, betapa sebagai seorang ibu, mba lilis sangat menyayangi anaknya dan rela mengorbankan kesenanganya sendiri untuk anaknya.

Waktu luang yang sedikit berusaha mba lilis manfaatkan dengan baik untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Mba lilis adalah contoh nyata bahwa wanita dapat pula meniti karir tanpa harus melupakan kewajibanya sebagai ibu dan istri yang baik.




"Ada di Jakarta, Namun Bukan di Grogol"


Arif Setyawan, seorang karyawan sebuah toko beras yang tinggal bersama istrinya dan anaknya yang masih kecil di daerah Grogol. Untuknya, sabtu minggu bukan lah hari libur. Begitu sedikit waktu yang ia dapat gunakan untuk aktivitas lain selain bekerja. Hanya tingga minggu sekali, ia dapat melakukan aktivitas diluar toko tersebut dan memilih aktivitas apa yang mau ia lakukan. Namun apa daya, ketika hari tersebut datang, tidak banyak tempat di Jakarta yang bisa ia kunjungungi.

Gaji perbulan cuma bisa buat apa disini, gabisa buat pergi ke tempat yang bagus. Saya mau ke ancol aja, ke dufan, ga mampu.,” Keluh mas Arif.

Untungnya, di daerahnya suka diadakan pasar malam. Dimana, ia bersta anak dan istrinya suka sesekali kunjungi. “Anak saya suka main disana, saya sama istri paling beli kaos atau baju rumah. Kan banyak yang jual itu” cerita mas Arif. Namun kesenangan yang diberikan oleh Pasar Malam ternyata jauh dari cukup untuknya, dirinya masih suka membandingkan Jakarta dengan kampong halaman tercinta di Temanggung. Dimana ia merasa lebih senang ketika berada di Kampung, daripada di Jakarta.

“Iyalah, senengan di kampong. Kalo di kampong saya di Temanggung, mau jalan jalan ke kebun gratis, bagus lagi. Ga kaya di Jakarta yang gedung doang isinya..”

Ketika di katakan bahwa di Jakarta juga banyak taman taman gratis yang bisa dikunjungi, mas  arif menjawab, “Lah itu kan banyaknya di jakpus, coba disini di grogol. Ga ada mas, ada tu taman apa namanya yang di samping jalan layang tol tomang, tapi ga nyaman tamannya panas..”.

Bukan hanya masalah taman gratis yang membuat mas Arif jengkel. Begitupun masalah hiburan rakyat. Baginya, di Jakarta Barat khususnya bagian grogol dimana ia tinggal, hiburan gratis yang disediakan pemerintah sangat tidak memadai.

“Denger-denge,  kalo di monas kan bnyak acara pemprov, gratis. Adain juga dong di tempat lain kaya disini ni, di Grogol. Pesta rakyat. Masa iya kalo mau cari hiburan buat keluarga harus jauh-jauh. Disini juga diadain dong.”

Itulah harapanya pada pemerintah. Karena dirinya, seperti warga Jakarta lain, tentunya ingin merasakan kesenangan mengisi waktu luang. Harapanya simpel, apa yang telah ada di Jakarta bagian lain, diadakan juga di Grogol..


"4 Paket"


Family – Man, begitu Stephen menyebut dirinya. Ia memang seorang bapak yang sangat dekat dengan keluarganya. Pianis berusia 45 tahun ini selalu berusaha mengisi waktu luang yang ia punya dengan anak-anak dan istrinya.

“Aku si biasanya spend dengan keluarga. Ntah itu pergi ke mal/ ke rumah saudara, yang biasanya kita ngga bisa pergi di hari rutinitas. Terkadang juga nonton.”

Stephen juga suka mengajak anak-anaknya liburan ke luar kota atau keluar negeri. Bila mereka memiliki waktu libur yang cukup panjang. Misalnya ketika anaknya sudah selesai UAS. Stephen mengajak anak-anaknya liburan bukan untuk memberi reward atau penghargaan atas hasil belajar mereka di sekolah. “Itu hanya memberikan suasana baru bagi mereka. Bagi saya ya juga begitu, untuk refreshing.”

Menghabiskan waktu bersama keluarga bukan lah merupakan beban untuk Stephen melainkan sebuah kesenangan. Dirinya kini tak lagi suka berpergian sendiri. “Hampir semuanya senang, karena kalau kita pergi ke suatu tempat. Pasti selalu memorable. Aku si lebih family – man ya, kalau saya pergi dengan keluarga, senang aja. Bisa ngajak mereka kemana gitu, aku senang. Kalau pergi se


ndiri, malah kepingin pulang haha.” Ujar Stephen sambil tertawa kecil.

Stephen menginginkan anaknya menjadi seseorang yang dekat dengan keluarga pula. Sehingga di waktu luangnya, Stephen juga mengajar anak-anaknya. Ia menerapkan semi-home schooling. “Agar anak2, lebih dekat dengan keluarga dibandingkan di luar.” Jelasnya, ketika ditanya mengapa memilih metoda pembelajaran semi-home schooling. Stephen juga berharap dengan menerapkan metode ini, anaknya menjadi percaya kepada orang tuanya dan tidak lebih percaya kepada guru. Karena itu Stephen rela mengisi waktu luangnya membantu mengerjakan pr anak, mengajar beberapa pelajaran dan mengajarkan anaknya piano.

Stephen juga ingin mengenal lingkungan anaknya, sehingga bila ada waktu luang, ia akan menyempatkan datang ke sekolah anaknya. Dimana system sekolah anaknya memperbolehkan orang tua siswa masuk ke dalam lingkungan sekolah bahkan masuk ke dalam kelas.

“Kalau ada pelajaran yang susah, kita bisa tetap masuk kelas. Agar bisa tau, gurunya ngajar seperti apa? Lalu kita bisa praktekan di rumah juga. Lalu alasan lainnya juga, kita bisa kenal lingkungannya dia”

Dengan hanya menghabiskan maksimal 4 hari di sekolah dan sisanya di rumah, anak-anaknya menjadi mempunyai waktu luang yang lebih banyak dengan Stephen dan istrinya. Karena itu, mereka mempunyai kesempatan menghabiskan waktu bersama. Karena selalu terlihat bersama, orang-orang memberi julukan tersendiri untuk keluarga ini. “Ya, mungkin dari kecil selalu bareng, jadi kita selalu di bilang 4 paket. Hahaha”

Stephen dan keluarga tidak suka tempat yang ramai. Karena itu mereka lebih suka pergi jalan-jalan saat weekdays. “Yaa, yang penting gk ramai aja. Makanya kalau weekend jarang ke mal. Biasanya ke mal pas weekday karena suara tenang.” Begitu jawab Stephen ketika ditanya apakah ada tempat yang tidak ia dan keluarganya sukai untuk menghabiskan waktu luang.

Stephen memiliki aturan tersendiri untuk keluarganya ketika mereka pergi bersama yaitu tidak boleh sibuk sendiri dan harus mengobrol. “. Inginnya semua ngobrol, karena pada saat ada waktu ngobrol ya ngobrol.” Begitu alasanya. Tentunya hal ini baik, karena dengan begitu komunikasi antara anggota keluarga lancar dan menjadi dekat satu dengan yang lainya. Itulah tujuan Stephen, sang kepala keluarga dari keluarga 4 paket.

Senin, 22 September 2014

“Calon Chef dan Pecinta Alam Yang Eksis Dengan Videonya di Instagram”


Berawal dari hobinya memasak untuk dirinya sendiri di rumah, kini Satryo Bagaskara atau yang akrab dipanggil Bagas, membuktikan keseriusanya pada bidang ini dengan mengambil jurusan Perhotelan di Universitas Trisakti. Bukan hanya itu, bulan januari tahun depan, bagas berencana memulai training sebagai chef di sebuah Hotel di pulau dewata (Bali). Sebenarnya, dalam memilih tempat training, bagas terpengaruh dengan hobi nya yang lain, yaitu Travelling.

Gue makanya pengen tempat tempat yang asik juga buat liburan, misalnya insyaAllah di Bali. Jadi kan sembari ntar ada libur dari kerja, gue bisa ke pantai, bisa ke Lombok juga..”

Pria 22 tahun ini sangat menyukai travelling, terutama ke daerah-daerah yang dekat dengan alam. Mulai dari naik gunung, trip keliling jawa, telah di lakoni nya. Ketika ditanyakan, apakah ada tempat yang paling mengesankan yang pernah ia kunjungi, bagas menceritakan pengalamanya di suatu gunung bernama Gunung Prau. “Gunung prau ternyata suhu nya dingin banget. Dari gunung yang pernah gue naikin sebelumnya, disitu paling dingin.” Bukan hanya karena suhu nya, tetapi yang juga mengesankan adalah betapa ramah nya penduduk sekitar terhadap para pendaki, termasuk kepada bagas dan teman temanya. Ia dijamu dengan tungku untuk menghangatkan badan serta diberi tempat untuk menginap secara gratis. Travelling ke tempat tempat yang alam nya masih asri, merupakan cara bagas menghindar sejenak dari padatnya ibukota.

“Emang gue suka di alam ya, demen tempat yang masih sejuk.. yah, yang masih asri lah.. kalo di kota gini kan panas.. Perlu refreshing. Makanya gue refreshingnya kesitu.. dari kepenatan, kejenuhan kota..”

Bagas memang bukan orang yang menyukai kebisingan. Sebuah pernyataan yang mengagetkan melihat bagas adalah tipe orang yang extrovert dan mudah bergaul serta membuat nyaman orang-orang disekitarnya. Tempat tempat seperti club malam dan mall di sore hari merupakan contoh tempat yang ia tidak sukai untuk mengisi waktu luangnya. “Gue ngga suka tempat bising..” Ujarnya. “Kalo di club kan berisik banget..” Sedangkan ketika disinggung mengenai mengapa ia tidak suka ke mall di sore hari, ia menjawab “Pusing kebanyakan orang, gue kalo ke mall paling malem, kalo udah sepi..”

Karena itu, bagas lebih memilih datang ke mall untuk nongkrong bersama teman-temanya di malam hari, di mana sudah tidak terlalu ramai pengunjung lagi. Ia biasanya akan datang pada pukul 9 malam, nongkrong bareng teman temanya, lalu meninggalkan mall pada pukul 11 malam. Street Gallery Pondok Indah Mall adalah salah satu tempat favorit bagas untuk berkumpul bersama teman-temanya. Dimana di tempat tersebut tersedia berbagai pilihan café. Dimana ia dan teman temanya suka sekali ‘nongkrong’ di café. Bagas memang tidak suka kebisingan, namun nongkrong bersama teman-temanya adalah kesenangan untuknya. Menurutnya, walopun ia tidak suka tempat yang ramai, tetapi ketika ia nongkrong, ‘ramai’nya berbeda, bukan seperti ramai mall di sore hari yang ramai akan orang asing. Namun ketika ‘nongkrong’, tempat itu ramai  dengan teman-temanya sendiri sehingga bagas menjadi nyaman dengan hal itu.

Ketika nongkrong, bagas bukan hanya merokok dan mengobrol-ngobrol dengan teman-temanya. Tetapi ia memiliki hobi yang lain yang suka ia lakukan bersama teman-temanya. Yaitu membuat video yang akhirnya akan di edit dan di upload ke Instagram. Bagas kemudian menceritakan awal mula ia mendapatkan ide-ide dari video-videonya.

“Ide tiba-tiba pas lagi nongkrong gitu, pengen bikin suatu video.. ya daripada di anggurin, terus di colong orang kan idenya, kenapa ngga dibuat aja gitu (videonya)..”

Ide yang datang biasanya bukan hanya dari dirinya sendiri tetapi juga dari teman temang yang nongkrong denganya. Teman-temanya pun kerap berpartisipasi dalam pembuatan videonya. Video dimana ia berjoget joget bersama teman-temanya di Pondok Indah Mall merupakan video favoritnya. Karena, ketika pembuatan video tersebut bagas berhasil membuat teman-teman nya yang awalnya malu malu, untuk ikut membantunya. Menurutnya, menjadi suatu kebanggaan, karena tidak semua orang berani melakukan hal tersebut di depan umum.

Hal yang memang hanya sekedar hobi untuk mengisi waktu luang bersama teman-temanya ternyata mendapat sambutan baik dari banyak orang. Dimana followers bagas di Instagram telah mencapai lebih dari 3000 followers. Namun menurutnya, hal itu bukan tujuanya. Bersenang-senang bersama teman temanya lah yang menjadi utama.